Mengenal Mental Accounting dan Tips untuk Menghindarinya

Ada banyak istilah ekonomi yang menggambarkan perilaku seseorang, salah satunya mental accounting. Istilah ini terdengar asing bagi banyak orang, tetapi tanpa disadari Anda mungkin saja salah satu orang yang mengalami perilaku ini.

Perilaku ini sering kali membuat seseorang untuk mengambil keputusan yang kurang rasional dalam menggunakan uangnya. Nah, Anda perlu tips untuk mengatasinya agar kehidupan finansial lebih aman.

Mental Accounting Berasal dari Richard Thaler

Mental accounting adalah sebuah teori yang pertama kali dicetuskan oleh seorang profesor ekonomi dari University of Chicago Booth School of Business, Richard Thaler.

Thaler mengemukakan teori mental accounting yang menyatakan bahwa operasi kognitif (pikiran) seseorang akan membuatnya untuk membuat kategori, kode, serta evaluasi atas berbagai aktivitas finansialnya.

Pada praktiknya, orang dengan mental ini akan memperlakukan uang sama seperti saat melakukan pencatatan akuntansi, di mana dia akan memisahkan uang ke dalam pos-pos rekening yang berbeda berdasarkan suatu kriteria.

Kriteria tersebut bersifat subjektif, misalnya sumber dana dan tujuan pengeluaran uang tersebut. Setelah menetapkan pos-pos keuangan tersebut, mereka cenderung irasional karena tidak mau memindahkan dana dari suatu kategori ke tempat lainnya.

Sikap irasional tersebut juga terlihat ketika mendapatkan sumber uang baru. Di mana jika uang tersebut tidak termasuk ke dalam salah satu kategori, mereka cenderung untuk menghabiskannya. Sekali pun ternyata posko atau kategori lain membutuhkan uang tersebut. 

Pola pikir tersebut bersumber dari kepercayaan bahwa nilai uang berbeda-beda, tergantung tempat penyimpanan atau posnya.

Positifnya, orang yang menerapkan pola pikir ini cenderung lebih mampu mengontrol pengeluarannya. Namun jika tidak mau berimprovisasi, maka kesempatan mengoptimalkan uang akan terlewatkan.

Hal tersebut terjadi ketika mereka merasa bahwa setiap kategori memiliki fungsi berbeda, sehingga pada akhirnya akan sering membuat keputusan yang merugikan diri dan tidak rasional.

Contoh mental accounting sederhana adalah ketika seseorang mendapatkan bonus pendapatan. Bonus ini tidak bersifat rutin, karena bergantung pada kinerja karyawan dan profit perusahaan. 

orang yang memiliki pengelolaan keuangan yang sehat akan menggunakan uang tersebut untuk menabung, membayar hutang, mengisi posko keuangan lain, serta sedikit self reward.

Namun orang yang memiliki mental accounting akan menganggap bonus tersebut pure sebagai bonus saja, tidak sama seperti pendapatan biasan.

Alhasil mereka merasa berhak untuk menghabiskan uang tersebut untuk berfoya-foya. Mereka cenderung menggunakan uang ini untuk membeli barang branded. berganti gadget,serta hal konsumtif lainnya.

Mereka berpikiran sebatas itu saja, karena tidak mempertimbangkan untuk mengevaluasi keuangannya dan mengalokasikan pada posko-posko yang membutuhkan, misalnya menabung.

Mental Accounting Membatasi Evaluasi Seseorang atas Kondisi Keuangannya

Seseorang cenderung kesulitan untuk mengevaluasi kondisi keuangannya secara luas saat terjebak dalam perilaku ini. 

Hal tersebut berlandaskan oleh pola pikirnya yang melihat fungsi uangnya hanya pada kategori yang telah ia tetapkan. 

Selain itu, ketidakmampuan merancang anggaran keuangan yang tepat juga menjadi alasan lainnya. 

Saat bonus atau uang dadakan yang mereka dapatkan itu habis, mereka baru sadar ternyata posko lain kekurangan dana. Namun tidak ada yang bisa dilakukan, karena uang tersebut telah habis. Alhasil kondisi keuangan pun menjadi kacau.

Oleh karena itu, Thaler menegaskan perlunya kesepadanan dalam mengelola uang. Hal ini berarti bahwa Anda harus memperlakukan uang dengan sama dan semua uang dalam pos-pos tersebut bisa dipertukarkan sesuai keperluan.

Dengan demikian, ketika ada pos yang kurang, Anda bisa menggunakan pos lain untuk menutupi. Begitu juga saat menerima uang yang tidak termasuk ke dalam salah satu pos, seperti bonus kerja tadi. Uang tersebut bisa digunakan untuk membantu pos keuangan lainnya, bukannya malah dihabiskan.

Untuk menghindari terjebak dalam perilaku mental accounting yang hanya mengarahkan untuk memperlakukan uang sesuai intuisi saja, Anda bisa melakukan beberapa tips berikut:

1. Membuat Anggaran Belanja

Daripada sekadar mengawasi bagaimana membelanjakan uang, Anda sebaiknya perlu mencatat garis besar mengenai pengeluaran serta anggaran ideal setiap pos untuk jangka waktu sebulan.  

Untuk mengawalinya bisa dengan melacak pengeluaran bulanan dengan mencatat setiap kali membeli sesuatu dan waktu menerima gaji. Setelah melihat nominal pada setiap pos, maka akan terlihat mana pengeluaran yang terlalu berlebihan dan kekurangan.

Dengan begitu, individu bisa menyusun kembali rancangan anggaran yang lebih proporsional.

2. Bijak Menggunakan Penghasilan Tak Terduga

Saat menerima penghasilan tak terduga, seperti bonus kinerja, orang dengan pola pikir mental akuntansi cenderung menghabiskannya untuk keperluan konsumtif, karena uang tersebut tidak terdaftar dalam pos mana pun.

Perilaku ini terjadi karena tak lepas dari adanya ilusi kebahagiaan karena karena seolah mendapatkan jackpot dan menghamburkannya untuk memenuhi ilusi tersebut (Rospitadewi & Efferin, 2017).

Sebenarnya memang tidak ada larangan untuk memenuhi ilusi kebahagiaan tersebut karena ini merupakan hak individu. Namun seperti saran pernyataan Thaler dari mental accounting jurnal, penting sekali untuk menerapkan konsep kesepadanan.

Ketika mendapatkan pemasukan tak terduga tersebut, seseorang disarankan untuk menggunakannya dengan berimbang. Membagi dana tersebut ke dalam dua pos berbeda dapat menjadi solusi alternatif.

Yang pertama adalah pos atau rekening tabungan, sehingga dapat menambah dana simpanan yang berguna untuk kebutuhan jangka panjang. Sedangkan pos satunya untuk konsumtif, seperti self reward.

Persentasenya tergantung pada si pemilik dana, namun jika baru belajar keluar dari pola pikir mental akuntansi, maka rasio 50:50 bisa menjadi titik awal yang bagus.  

Ketika telah terlepas dari mental accounting, maka kebebasan finansial pun perlahan dapat terwujud, terlebih jika ada pos untuk investasi jangka panjang.

 

Referensi

Photo by Tima Miroshnichenko: https://www.pexels.com/photo/banknotes-and-calculator-on-table-6694543/

Rospitadewi, E., & Efferin, S. (2017, April 30). MENTAL ACCOUNTING DAN ILUSI KEBAHAGIAAN: MEMAHAMI PIKIRAN DAN IMPLIKASINYA BAGI AKUNTANSI. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 8(1), 1-227. DOI: http://dx.doi.org/10.18202/jamal.2017.04.7037

https://glints.com/id/lowongan/mental-accounting-adalah/

https://www.merdeka.com/jatim/mental-accounting-adalah-sebuah-perilaku-ekonomi-individu-ini-selengkapnya-kln.html

https://jurnalpost.com/ayo-keluar-dari-jebakan-mental-accounting/26474/

https://corporatefinanceinstitute.com/resources/management/mental-accounting/

https://www.indeed.com/career-advice/career-development/mental-accounting

https://thecollegeinvestor-com.translate.goog/8748/examples-of-mental-accounting/?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc

 

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *